SekolahJepang.com, Semakin sedih penulis mencermati budaya corat coret baju sekolah ala siswa/siswi Indonesia yang tak kunjung sirna. Apakah mereka itu orang-orang kaya?
“Mereka sebenarnya kurang memiliki empati! Sekolah pun terlihat kurang tanggap! Orang tua mereka, ……? ”
Parahnya, tidak hanya baju saja, fasilitas umum, seperti jalan raya, halte, tembok, dll. ikut tercoret. Tidak jarang mereka mengganggu kepentingan umum, melanggar lalu lintas, norma kesopanan dan agama. Tawuran sekolah kadang terjadi di penghujung konvoi yang mereka lakukan sepanjang hari.
Sahabat, tidakkah ada cara lain untuk merayakan kegembiraan?

Lihatlah di Jepang, mengambil kancing baju seragam siswa (gakuran/学ラン) adalah budaya mereka dalam meluapkan kegembiraan saat merayakan kelulusan. Para siswi akan berusaha mendapatkan gakuran siswa idolanya atau sang siswa berinisiatif memberikannya kepada siswi idolanya. Gakuran yang merupakan baju sekolah siswa SMP atau SMA Jepang memiliki kancing-kancing besar yang letaknya di dekat hati. Siswa yang kehilangan banyak kancing gakuran berarti dia menjadi idola banyak siswi. Penulis tidak bermaksud royokan kancing baju tersebut yang dicontoh, namun yang berikut ini:
Di banyak sekolah Jepang, para orang tua dan guru yang tergabung dalam Parent and Teacher Association (PTA) aktif mengumpulkan baju-baju sekolah yang telah tidak terpakai, baik karena kelulusan atau pindah sekolah. Lalu menyimpannya rapi dan menyediakannya (baca: meminjamkannya) GRATIS bagi siswa/siswi sekolah yang baru saja datang. Maklum saja, pindah sekolah adalah hal biasa di Jepang mengingat mobilitas yang tinggi dari para orang tua siswa yang bekerja sebagai karyawan perusahaan (salary man). Beberapa kali bazar diselenggarakan oleh PTA sambil menawarkan baju-baju pantas pakai tersebut. Tinggal comot aja, gratis!
Penulis sendiri mengalaminya saat kesulitan mendapatkan seragam dan sepatu sepak bola anak-anak. Untungnya pengurus sepak bola mengadakan lelang perlengkapan sepak bola pantas pakai 2x setahun, yakni setiap Mei dan Desember. Lumayak kan kocek tidak terogoh terlalu dalam, karena mendapatkan sepatu dan seragam sepak bola gratis. Saat anak-anak masuk SD Jepang di tengah semester dan TK swasta Jepang (yochien), ibu kepala sekolah malah aktif menanyakannya:
“Apakah sudah memiliki seragamnya? Kalau belum ada, bisa memakai seragam kakak kelas.”

Serasa tak mau ketinggalan, para pelajar Indonesia di Jepang juga mengembangkan budaya mewariskan barang pantas pakai ketika telah menyelesaikan studi lanjut. Baju hangat, selimut hangat, piring, panci, lemari, dll. selalu saja diwariskan kepada adik-adik kelas yang membutuhkannya. Pastilah masih bermanfaat. Dan tentunya membangkitkan karakter Indonesia yang peduli sesama, saling memperhatikan, tolong menolong, hemat, dll. Bukan sebaliknya yang kini terjadi pada siswa/siswi SMA: malah merusak fasilitas umum, tidak takut melanggar lalu lintas, tawuran, kurang peduli, egois, dll.
Jadi, corat coret baju sekolah, bukan saja urusan merayakan kegembiraan dan menjadi hak pribadi yang harus dihormati, namun sudah merambah ke mana-mana. Aturan ditabrak, norma agama dilupakan dan karakter-karakter buruk mulai berani dikembangkan.
Ayo dorong kepala dinas pendidikan, polisi dan gubernur untuk melarang corat coret di sekolah! Kalau perlu MUI atau minimal para orang tua MELARANG putra-putrinya mencorat coret baju yang telah dibeli oleh orang tua dengan membanting tulang dan bercucuran keringat.
Sumber: Tradisi lulus sekolah di Jepang; Beda tradisi lulus SMA di Jepang; Japanese school uniform dan pengalaman penulis.
Penulis: Atus Syahbudin
182609 x dibaca 🙂 Sahabat punya cerita di tempat lain, yuk kirimkan artikelnya via email ke berita@sekolahjepang.com.
Komentar via email dari P**t*n*m. S.Pd:
yap, sekolah tempat saya mengajar tak ada tradisi coret mencoret baju. baju2 yang masih layak pakai memang kami tampung untuk diinventaris dan diberikan kepada adik kelas yang membutuhkan atau saat baksos. tradisi itu sudah sejak lama di sekolah tempat saya mengabdikan sedikit ilmu yang saya miliki. jika ada beberapa sekolah di Indonesia
yang melakukan aksi seperti itu, itu hanya sebagian kecil dari beribu2 sekolah yang ada di Indonesia. jadi tidak bisa digeneralisasikan. dan sebenarnya dalam agama yg sebagian besar dianut masyarakat Indonesia pun menganjurkan untuk selalu berbuat, berkata yang lebih bermanfaat daripada mudarat. Namun, memang tdk mudah mengaplikasikan itu, semoga
saja gambaran cerita di Jepang dapat semakin menambah kesadaran oknum, ataupun sebagian siswa yang terhanyut dalam eforia kegembiraan. pdhal agama juga menyarankan segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik.
terima kasih.
Setuju banget! Salut buat Jepang! Semoga kedepanya Indonesia bisa seperti Jepang
iya betul.. daripada dicoret2 lebih baik disumbangkan saja ke mereka yang membutuhkan 🙂